SMP Agus Salim Tingkatkan Kompetensi Kepala Sekolah melalui Workshop STEAM & Deep Learning

Yayasan Pendidikan Islam Agus Salim

Semarang, 14–15 Agustus 2025 – SMP Agus Salim mengambil langkah strategis untuk memperkuat mutu pembelajaran dengan mengikuti Workshop Peningkatan Kompetensi melalui Model Pembelajaran STEAM dan Deep Learning bagi Kepala SMP Swasta yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kota Semarang. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Muria selama dua hari penuh, menghadirkan konsep dan praktik yang dirancang agar kepala sekolah mampu mengarahkan pembelajaran yang relevan dengan tantangan zaman.

STEAM dan Deep Learning, Perpaduan Ilmu dan Inovasi

Workshop ini memfokuskan pada dua hal penting:

  • STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) merupakan pendekatan pendidikan lintas disiplin yang mengintegrasikan lima bidang utama sains, teknologi, rekayasa, seni, dan matematika ke dalam satu kerangka pembelajaran yang holistik dan kontekstual. Pendekatan ini tidak hanya menekankan pada penguasaan konten akademik, tetapi juga pada pengembangan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Dalam praktiknya, siswa diajak untuk terlibat dalam proyek-proyek nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, di mana mereka harus merancang solusi, membuat prototipe, menguji ide, dan merefleksikan prosesnya. Seni dalam STEAM berperan penting dalam menumbuhkan imajinasi, estetika, dan ekspresi diri, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyeluruh. Dengan STEAM, siswa tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan, tetapi juga pencipta inovasi.
  • Deep Learning dibahas dalam dua sudut pandang yang saling melengkapi. Pertama, sebagai pendekatan pedagogis, pembelajaran mendalam bertujuan untuk mendorong siswa melampaui sekadar menghafal fakta atau rumus. Siswa dilatih untuk memahami konsep secara menyeluruh, menganalisis hubungan antaride, mengevaluasi informasi secara kritis, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam berbagai konteks. Proses ini menumbuhkan pemikiran reflektif dan pembelajaran yang berkelanjutan. Kedua, istilah “deep learning” juga merujuk pada cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang meniru cara kerja otak manusia melalui jaringan saraf tiruan. Dalam konteks pendidikan, pengenalan teknologi ini dilakukan secara sederhana dan bertahap, misalnya melalui penggunaan aplikasi AI dalam pembelajaran, eksplorasi algoritma dasar, atau simulasi interaktif. Selain aspek teknis, etika penggunaan AI, seperti privasi data, bias algoritma, dan dampaknya terhadap masyarakat, agar siswa memiliki kesadaran digital dan tanggung jawab sosial.

Dengan kombinasi keduanya, kepala sekolah didorong untuk mampu membangun ekosistem belajar yang tidak hanya mengasah pengetahuan akademis, tetapi juga keterampilan abad ke-21.

Fondasi dan Perencanaan

Kegiatan dibuka dengan pemaparan tantangan pendidikan pascapandemi mulai dari ketertinggalan literasi dan numerasi, kesenjangan teknologi, hingga perlunya pembelajaran yang lebih kontekstual. Peserta diajak:

1. Memetakan Tantangan di Sekolah Masing-Masing

Tahap ini seperti “membaca peta” sebelum memulai perjalanan. Kepala sekolah diminta mengidentifikasi:

SDM guru menjadi salah satu faktor utama yang dipetakan dalam workshop. Kepala sekolah diajak meninjau kembali jumlah guru yang tersedia, apakah sudah memadai untuk mencakup seluruh mata pelajaran sekaligus mendukung kegiatan proyek. Kualifikasi akademik dan sertifikasi yang dimiliki juga menjadi pertimbangan, karena guru dengan latar belakang pendidikan yang kuat cenderung lebih siap mengintegrasikan materi ke dalam pembelajaran lintas disiplin. Selain itu, kemampuan mengajar yang bervariasi, kesiapan mental dalam menerima metode baru seperti STEAM, serta keterampilan menggunakan teknologi juga menjadi sorotan. Guru yang terbiasa memanfaatkan perangkat digital dan aplikasi pembelajaran akan lebih cepat beradaptasi, sedangkan yang masih terbatas kemampuannya perlu mendapatkan pelatihan tambahan agar dapat terlibat optimal.

Pada aspek sarana dan prasarana, sekolah perlu memeriksa dukungan fasilitas yang tersedia untuk menunjang penerapan STEAM. Laboratorium IPA, laboratorium komputer, serta ruang seni menjadi contoh penting yang perlu dimiliki atau dioptimalkan. Ketersediaan alat eksperimen, baik sederhana seperti gelas ukur dan mikroskop, maupun yang lebih modern seperti printer 3D, akan memperkaya proses pembelajaran. Tidak kalah penting, koneksi internet yang stabil dan perangkat digital seperti laptop, proyektor, atau kamera menjadi infrastruktur wajib di era digital. Tanpa dukungan fasilitas yang memadai, pembelajaran STEAM akan sulit berjalan lancar, sehingga sekolah perlu memikirkan strategi pengadaan maupun pemanfaatan sumber daya yang ada secara kreatif.

Sementara itu, pola kerja tim guru menjadi kunci dalam menghidupkan pembelajaran kolaboratif. Kekompakan guru dalam saling mendukung, berbagi ide, dan membagi peran di luar batas mata pelajaran masing-masing sangat menentukan keberhasilan proyek lintas disiplin. Sekolah yang sudah terbiasa mengadakan kegiatan integratif akan lebih mudah mengadopsi STEAM, sedangkan sekolah yang guru-gurunya masih bekerja secara terpisah memerlukan upaya membangun budaya kolaborasi terlebih dahulu. Koordinasi antarbagian, baik antara guru, staf administrasi, maupun pihak manajemen, juga sangat penting untuk memastikan jadwal, anggaran, dan dukungan logistik dapat berjalan selaras dengan agenda pembelajaran proyek.

Tujuannya adalah mengetahui titik kuat dan titik lemah sekolah, sehingga strategi penerapan STEAM bisa realistis, tidak sekadar ideal di atas kertas.

2. Belajar dari Praktik Baik STEAM

Di sini peserta melihat contoh nyata proyek STEAM yang sudah berhasil di sekolah lain. Proyek tersebut:

Berbasis masalah nyata di lingkungan sekolah berarti proyek dimulai dari persoalan yang memang benar-benar dirasakan oleh warga sekolah sehari-hari. Misalnya, di SMP Agus Salim pernah ada masalah ketersediaan air bersih di area taman dan aula, terutama saat musim kemarau. Masalah ini bisa diangkat menjadi proyek STEAM, di mana siswa mencari cara membuat sistem penjernih air sederhana yang hemat biaya dan mudah dirawat. Contoh lainnya adalah tingginya penggunaan listrik di kelas akibat lampu dan kipas angin yang jarang dimatikan, sehingga siswa bisa merancang solusi hemat energi, seperti sensor otomatis atau kampanye hemat listrik. Ada juga isu pelestarian budaya sekolah, misalnya menghidupkan kembali seni dekorasi batik atau kesenian tradisional dalam kegiatan ekstrakurikuler. Karena masalah yang diangkat nyata dan dekat dengan mereka, siswa akan merasa punya tanggung jawab untuk ikut memperbaiki.

Melibatkan lintas mata pelajaran membuat proyek menjadi kaya dan menyeluruh. Ambil contoh proyek “Filter Air Sekolah Ramah Lingkungan”. Pada bagian IPA, siswa mempelajari prinsip sains filtrasi dan pengolahan air. Matematika digunakan untuk menghitung kebutuhan pasir, arang, dan kerikil sesuai kapasitas bak penampung. Mata pelajaran Seni membantu merancang tampilan alat filter agar menarik dan mudah digunakan, misalnya memberi warna dan label yang jelas untuk bagian-bagian alat. Sementara pelajaran Bahasa Indonesia melatih siswa menyusun laporan proyek dan mempresentasikan hasilnya di depan guru, teman, atau bahkan orang tua. Jika temanya hemat energi, IPA bisa membahas sumber energi alternatif, Matematika menghitung potensi penghematan listrik, Seni membuat poster atau infografis, dan Bahasa mengajarkan cara menyampaikan pesan kampanye yang persuasif.

Berorientasi solusi memastikan siswa tidak berhenti pada tahap belajar teori, tetapi benar-benar menghasilkan karya atau aksi nyata. Misalnya, dari proyek filter air, siswa bisa memasang alat tersebut di dekat lapangan agar air bersih tersedia untuk menyiram tanaman atau membersihkan peralatan olahraga. Dari proyek hemat energi, siswa dapat membuat stiker pengingat untuk mematikan lampu dan kipas angin, atau merancang sistem jadwal piket pengecekan listrik setiap akhir jam pelajaran. Untuk pelestarian budaya, siswa bisa mengadakan pameran mini di aula sekolah yang menampilkan karya seni, hasil dokumentasi wawancara dengan pengrajin lokal, atau video tutorial membuat kerajinan. Dengan orientasi yang jelas pada solusi, siswa akan melihat bahwa ide mereka dapat membawa perubahan nyata, tidak hanya di ruang kelas tetapi juga di lingkungan sekolah.

Bagian ini memberi inspirasi agar peserta tidak mulai dari nol, melainkan menyesuaikan contoh yang sudah teruji dengan kondisi sekolahnya.

3. Latihan Membuat Driving Question, Menentukan Kompetensi, dan Menyusun Rubrik Penilaian

Tahap ini adalah “merancang kerangka proyek”:

Driving Question adalah pertanyaan pemicu yang menjadi inti sekaligus arah dari seluruh proyek STEAM. Pertanyaan ini tidak boleh terlalu sederhana, agar mampu menantang siswa untuk berpikir kritis, mencari informasi, dan mencoba berbagai solusi. Misalnya, “Bagaimana cara membuat alat penjernih air sederhana yang bisa digunakan warga sekitar?” Pertanyaan seperti ini tidak hanya relevan dengan situasi nyata di lingkungan sekolah atau masyarakat, tetapi juga memicu rasa ingin tahu siswa karena melibatkan proses penelitian, percobaan, dan pembuatan produk. Driving question yang baik harus bersifat terbuka (open-ended), sehingga jawaban yang dihasilkan bisa beragam dan kreatif, bukan hanya satu jawaban pasti. Di SMP Agus Salim, pertanyaan serupa dapat diarahkan pada isu-isu yang dekat dengan siswa, seperti “Bagaimana merancang sistem hemat listrik untuk sekolah?” atau “Bagaimana membuat kampanye pelestarian budaya lokal yang menarik minat remaja?”

Menentukan kompetensi yang dituju menjadi langkah penting agar proyek tidak hanya menarik secara ide, tetapi juga sejalan dengan tujuan pembelajaran. Kompetensi yang dimaksud mencakup dua ranah besar. Pertama, kompetensi inti kurikulum, misalnya pengetahuan sains dari mata pelajaran IPA tentang proses filtrasi air, atau keterampilan berhitung dari Matematika untuk menghitung ukuran dan kebutuhan bahan. Kedua, keterampilan abad 21 seperti kolaborasi, kreativitas, komunikasi, dan pemecahan masalah. Dalam konteks SMP Agus Salim, sebuah proyek “Hemat Energi di Sekolah” tidak hanya mengasah pengetahuan siswa tentang konsep listrik dan energi terbarukan, tetapi juga melatih mereka bekerja sama dalam tim, membuat desain kreatif untuk kampanye, dan menyampaikan ide secara persuasif kepada warga sekolah. Dengan cara ini, proyek menjadi sarana belajar yang utuh memadukan aspek akademis dan soft skills sekaligus.

Menyusun rubrik penilaian adalah tahapan terakhir sebelum proyek dijalankan, bertujuan memberikan panduan yang jelas bagi guru dan siswa tentang kriteria keberhasilan. Rubrik ini biasanya mencakup dua aspek utama. Pertama, penilaian proses, yang meliputi kerja sama tim, kemampuan melakukan riset, ketekunan, dan inovasi saat membuat prototipe. Kedua, penilaian hasil akhir, seperti kualitas produk yang dihasilkan, kelengkapan laporan, keterampilan presentasi, dan potensi dampak terhadap lingkungan sekolah atau masyarakat. Misalnya, dalam proyek “Filter Air Ramah Lingkungan”, rubrik dapat menilai sejauh mana alat bekerja efektif, kreativitas desainnya, kualitas data hasil uji coba, serta kemampuan siswa menjelaskan konsep ilmiahnya. Rubrik yang jelas membantu siswa memahami target yang harus dicapai, sekaligus memudahkan guru menilai secara objektif.

Implementasi dan Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan sekolah merupakan langkah strategis yang memastikan penerapan metode STEAM atau inovasi pembelajaran lainnya berjalan mulus. Perubahan tidak bisa hanya dilakukan di tingkat teknis, tetapi harus dimulai dari pemahaman dan penerimaan seluruh warga sekolah. Kepala sekolah perlu menyusun strategi komunikasi yang efektif untuk menyampaikan visi dan tujuan perubahan, baik kepada guru maupun orang tua. Guru harus memahami manfaat pendekatan baru ini terhadap proses belajar siswa, sedangkan orang tua perlu diyakinkan bahwa metode ini relevan dengan kebutuhan masa depan anak. Salah satu cara efektif adalah memulai dengan uji coba terbatas atau pilot project di beberapa kelas, sehingga hasil dan dampaknya bisa diamati sebelum diimplementasikan lebih luas. Setelah uji coba, dilakukan siklus refleksi untuk menilai apa yang berjalan baik, apa yang perlu diperbaiki, dan bagaimana langkah perbaikan akan diterapkan di tahap selanjutnya. Pendekatan ini meminimalkan resistensi sekaligus membangun komitmen bersama.

Pengaturan jadwal proyek menjadi tantangan tersendiri dalam pembelajaran lintas mata pelajaran, terutama karena setiap guru memiliki jadwal mengajar yang berbeda-beda. Agar proyek STEAM berjalan tanpa bentrok, sekolah perlu membuat perencanaan waktu yang sinkron antara guru IPA, Matematika, Seni, Bahasa, dan mata pelajaran lain yang terlibat. Misalnya, fase eksperimen ilmiah dijadwalkan pada jam IPA, pengolahan data di jam Matematika, desain media di jam Seni, dan presentasi di jam Bahasa. Kepala sekolah bersama tim kurikulum dapat menggunakan pendekatan blok waktu (block scheduling), di mana beberapa jam pelajaran digabung untuk mengerjakan proyek secara intensif. Selain menghindari benturan jadwal, pengaturan yang matang juga membantu siswa melihat keterkaitan antar pelajaran secara nyata, bukan sebagai potongan yang terpisah.

Pemanfaatan alat digital menjadi pendukung penting dalam keseluruhan proses, mulai dari perencanaan, dokumentasi, hingga evaluasi proyek. Aplikasi manajemen proyek seperti Google Workspace dapat digunakan untuk membagi tugas, menyimpan referensi, dan memantau perkembangan pekerjaan tim. Portofolio digital siswa dapat disusun dalam bentuk blog, e-portfolio, atau dokumen presentasi yang memuat foto, video, dan catatan proses pengerjaan. Di era sekarang, penggunaan AI generatif juga mulai dilirik, misalnya untuk membuat desain poster, mencari ide kampanye, atau menulis draf laporan. Namun, penggunaannya harus dilakukan secara aman dan etis, dengan pendampingan guru untuk memastikan bahwa AI digunakan sebagai alat bantu kreatif, bukan pengganti proses berpikir siswa. Hal ini melatih literasi digital dan tanggung jawab dalam memanfaatkan teknologi.

Simulasi supervisi akademik menjadi bagian penting dalam memastikan kualitas pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek. Dalam sesi ini, guru melakukan simulasi proses belajar, mulai dari menjelaskan tujuan proyek hingga mengarahkan siswa di kelas. Kepala sekolah atau rekan guru kemudian memberikan umpan balik terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), asesmen, serta bukti proses pembelajaran yang dihasilkan. Penilaian tidak hanya fokus pada hasil akhir siswa, tetapi juga mencakup bagaimana guru mengelola kelas, memfasilitasi diskusi, mengajukan pertanyaan pemicu, dan memberikan bimbingan saat siswa menghadapi kesulitan. Dengan supervisi yang konstruktif, guru dapat memperbaiki strategi pembelajaran secara berkelanjutan, sehingga kualitas proyek dan hasil belajar siswa semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Tindak Lanjut di SMP Agus Salim

Agar workshop membuahkan hasil nyata, hal yang mungkin bisa dilakukan oleh sekolah adalah menyusun langkah lanjutan seperti halnya :

  1. Membentuk Tim Penggerak STEAM lintas mata pelajaran.
  2. Menjalankan Pilot Project
  3. Menyelenggarakan Klinik RPP & Asesmen bagi guru.
  4. Mengadakan Showcase Karya sebagai puncak pembelajaran proyek.
  5. Menerapkan Panduan Etika AI Sekolah untuk menjaga keamanan dan integritas proses belajar.

Dampak yang Diharapkan

Dengan pendekatan ini, SMP Agus Salim menargetkan siswa yang lebih kritis, kreatif, dan kolaboratif, guru yang lebih sinergis, serta pembelajaran yang bermakna dan relevan. Literasi AI yang sehat juga menjadi modal penting agar warga sekolah siap menghadapi era teknologi dengan bijak.

Post By Administrator Yayasan Pendidikan Islam Agus Salim