Pesantren Ramadhan 1446 H di SMP-SMA Agus Salim

Yayasan Pendidikan Islam Agus Salim

Pesantren Ramadhan SMP-SMA Agus Salim: Meraih Berkah di Bulan Suci

Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, bulan ini merupakan kesempatan emas untuk meningkatkan ketakwaan, memperbanyak amal ibadah, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Di bulan penuh berkah ini, setiap kebaikan dilipatgandakan pahalanya, sehingga umat Islam berlomba-lomba dalam beribadah dan berbuat baik.

Dalam rangka memanfaatkan momentum Ramadhan dengan sebaik-baiknya, SMP-SMA Agus Salim mengadakan Pesantren Ramadhan yang berlangsung selama empat hari, dari tanggal 6 hingga 9 Maret 2025 (bertepatan dengan Ramadhan 1446 H). Kegiatan ini bertujuan untuk membekali para siswa dengan ilmu agama, menanamkan nilai-nilai kebaikan, serta membangun kebiasaan ibadah yang dapat terus mereka lakukan setelah Ramadhan berakhir.

Semangat Hari Pertama Memulai Perjalanan Spiritual

Hari pertama Pesantren Ramadhan dimulai pada Kamis, 6 Maret 2025. Pagi itu, siswa-siswi datang ke sekolah dengan penuh semangat dan antusiasme. Meski sebagian dari mereka masih mengantuk karena bangun sahur lebih awal, namun semangat mereka untuk mengikuti kegiatan ini tidak surut. Dari wajah mereka terlihat kegembiraan, terutama karena bisa belajar dan beribadah bersama teman-teman dalam suasana yang berbeda dari hari-hari sekolah biasa.

Sejak awal kedatangan, suasana kebersamaan dan kekhusyukan sudah terasa. Para siswa berkumpul di aula sekolah, tempat berlangsungnya seluruh kegiatan Pesantren Ramadhan. Beberapa guru dan ustadz telah bersiap untuk menyambut mereka dengan hangat. Sebelum acara dimulai, para siswa duduk rapi sambil membaca Al-Qur’an secara mandiri, menciptakan suasana yang begitu tenang dan penuh berkah.

Tak lama kemudian, acara Pesantren Ramadhan resmi dibuka dengan sambutan dari Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan. Dalam sambutannya, Kepala Sekolah menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari upaya sekolah untuk membentuk karakter siswa yang religius, berakhlak mulia, dan disiplin dalam menjalankan ibadah.

“Pesantren Ramadhan ini bukan hanya sekadar acara tahunan, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang akan membantu kalian semakin dekat dengan Allah. Gunakan kesempatan ini untuk belajar, merenung, dan memperbaiki diri. InsyaAllah, ilmu dan pengalaman yang kalian dapatkan di sini akan menjadi bekal berharga dalam kehidupan,” ujar Kepala Sekolah dalam sambutannya.

Ketua Yayasan, Ustadzah Nizam Uana, juga turut memberikan motivasi kepada para siswa. Beliau menekankan pentingnya menjadikan Ramadhan sebagai momen introspeksi diri dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta sesama manusia.

“Bulan Ramadhan adalah madrasah bagi jiwa kita. Jika kita serius dalam beribadah dan memperbaiki diri selama bulan ini, maka setelah Ramadhan kita akan menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan hanya menjadikan Ramadhan sebagai ritual tahunan, tetapi jadikan sebagai titik awal perubahan dalam hidup kalian,” pesan beliau dengan penuh semangat.

Setelah sambutan dan pengarahan, acara pun dilanjutkan dengan sesi tadarrus Al-Qur’an bersama. Dalam sesi ini, para siswa dibimbing oleh para ustadz untuk membaca Al-Qur’an dengan tartil dan tajwid yang benar. Bagi siswa yang belum lancar membaca Al-Qur’an, mereka mendapat bimbingan khusus agar lebih percaya diri dalam membaca kitab suci tersebut.

Kegiatan Pesantren Ramadhan di hari pertama ini tidak hanya menjadi ajang untuk menambah ilmu agama, tetapi juga untuk mempererat kebersamaan antar siswa dan guru. Suasana yang hangat dan penuh kebersamaan menjadikan pengalaman ini lebih berkesan bagi semua yang terlibat.

Seiring berjalannya waktu, para siswa mulai merasakan bahwa Pesantren Ramadhan bukan hanya sekadar rutinitas sekolah, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang mengajarkan mereka tentang makna kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan dalam beribadah. Mereka menyadari bahwa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah SWT.

Dengan semangat yang membara, mereka siap menjalani hari-hari berikutnya di Pesantren Ramadhan ini, dengan harapan mendapatkan ilmu, keberkahan, dan pengalaman yang akan membekas sepanjang hidup mereka.

Kajian Keutamaan Ramadhan dan Ibadah Puasa

Pukul 16.00 WIB, kajian pertama dimulai dengan tema Keutamaan Ramadhan dan Ibadah Puasa yang disampaikan oleh Ustadz Ali Fikri. Dalam kajian ini, beliau menjelaskan bahwa Ramadhan bukan hanya bulan puasa, tetapi juga bulan penuh berkah dan ampunan.

Salah satu keutamaan terbesar Ramadhan adalah bahwa di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yakni Lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3)

Ustadz Ali juga menjelaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang bisa merusak pahala puasa, seperti berkata kasar, berbohong, atau bergunjing. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Dalam sesi ini, para siswa juga diberi kesempatan untuk bertanya seputar puasa dan ibadah di bulan Ramadhan. Mereka tampak antusias bertanya tentang hal-hal yang sering terjadi dalam keseharian, seperti hukum memakai obat tetes mata saat puasa atau bagaimana menjaga konsistensi dalam ibadah.

Persiapan Berbuka dan Kebersamaan di Meja Iftar

Setelah sesi kajian berakhir pukul 17.00 WIB, para siswa mulai bersiap untuk berbuka puasa. Sebagian membantu menata makanan, sementara yang lain berdoa dan berdzikir menunggu adzan Maghrib.

Menjelang waktu berbuka, suasana semakin terasa penuh kebersamaan. Momen ini menjadi pengingat bahwa berbagi makanan saat berbuka adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)

Pukul 17.58 WIB, adzan Maghrib berkumandang. Siswa-siswi bersama para guru dan ustadz menikmati hidangan berbuka dengan penuh rasa syukur.

Sholat Isya, Tarawih, dan Tausiyah: Menjalin Kedekatan dengan Allah

Setelah berbuka bersama dan menunaikan sholat Maghrib, para siswa diberikan waktu istirahat sejenak sebelum kembali berkumpul di aula sekolah untuk melaksanakan sholat Isya dan Tarawih berjamaah pada pukul 19.00 WIB. Dalam keheningan malam yang penuh berkah, mereka melangkahkan kaki dengan semangat menuju tempat sholat. Bagi sebagian siswa, sholat tarawih mungkin sudah menjadi kebiasaan setiap Ramadhan, tetapi bagi sebagian lainnya, ini adalah pengalaman baru yang menambah kesan mendalam dalam perjalanan spiritual mereka.

Sholat Isya dan tarawih kali ini dipimpin oleh Ustadz Drs. Mawardi, seorang pendidik dan pembimbing spiritual yang telah lama membimbing siswa-siswi SMP-SMA Agus Salim dalam hal keislaman. Dengan bacaan yang tartil dan suara yang meneduhkan, beliau memimpin sholat dengan penuh kekhusyukan. Setiap rakaat tarawih dijalani dengan penuh keimanan, mengingat bahwa ibadah ini adalah salah satu amalan utama di bulan suci Ramadhan.

Keutamaan Sholat Tarawih: Menghapus Dosa dan Mendekatkan Diri kepada Allah

Usai sholat, Ustadz Mawardi menyampaikan tausiyah singkat yang menekankan keutamaan sholat tarawih. Beliau membuka dengan hadis Rasulullah ﷺ:

“Barang siapa yang mendirikan sholat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa Ramadhan adalah bulan pengampunan, dan salah satu cara meraihnya adalah dengan istiqomah dalam mendirikan sholat malam, termasuk tarawih. Ustadz Mawardi menjelaskan bahwa tarawih bukan hanya sekadar rutinitas, melainkan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, agar mereka memiliki kesempatan memperbanyak pahala dan membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah lalu.

Beliau juga menekankan bahwa ibadah di bulan Ramadhan bukanlah sekadar kegiatan seremonial tahunan. Banyak orang bersemangat beribadah hanya saat Ramadhan, tetapi kembali lalai di bulan-bulan lainnya. Untuk itu, beliau mengajak para siswa agar menjadikan Ramadhan sebagai momentum perubahan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Ustadz Mawardi menafsirkan ayat ini dengan menjelaskan bahwa ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan akan memberikan efek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang benar-benar menegakkan sholat dengan hati yang bersih dan penuh penghayatan, maka sholat itu akan menjadi penjaga dirinya dari maksiat dan akhlak tercela.

Pesan bagi Siswa SMP-SMA Agus Salim:

Dalam tausiyahnya, Ustadz Mawardi juga mengingatkan agar para siswa tidak hanya giat beribadah selama Ramadhan, tetapi juga menjadikannya sebagai bekal untuk menjalani bulan-bulan berikutnya.

Beliau mengisahkan seorang pemuda di zaman Rasulullah ﷺ yang hanya beribadah sungguh-sungguh saat Ramadhan, tetapi kembali malas setelahnya. Ketika hal ini sampai kepada Rasulullah, beliau bersabda:

“Sebaik-baik amal adalah yang dilakukan secara konsisten, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini mengajarkan bahwa yang lebih penting dari kuantitas ibadah adalah konsistensi. Lebih baik seseorang rutin melaksanakan sholat sunnah dua rakaat setiap hari sepanjang tahun daripada hanya semangat beribadah di bulan Ramadhan tetapi setelahnya kembali lalai.

Mengakhiri Malam dengan Hati yang Tenang

Menjelang akhir tausiyah, Ustadz Mawardi mengajak para siswa untuk menundukkan kepala dan berdoa, memohon agar Allah memberikan mereka kekuatan untuk tetap istiqomah dalam ibadah. Doa bersama dipanjatkan dengan penuh pengharapan, meminta agar Ramadhan tahun ini benar-benar membawa perubahan dalam hidup mereka.

Seusai tausiyah, para siswa meninggalkan aula sekolah dengan hati yang lebih lapang. Malam itu bukan hanya tentang menunaikan sholat, tetapi juga tentang merenungkan makna ibadah dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan semangat yang masih membara, mereka bersiap untuk melanjutkan kegiatan berikutnya, yakni mujahadah—momen refleksi diri yang semakin menguatkan keimanan mereka.

Menyucikan Hati dan Memohon Ampunan

Pukul 20.30 WIB, setelah serangkaian kegiatan ibadah dan tausiyah yang telah mengisi hari pertama Pesantren Ramadhan, para siswa dan siswi SMP-SMA Agus Salim berkumpul kembali untuk mengikuti mujahadah yang dipimpin oleh Ustadz Ahmad Fauzan, S.Pd. Mujahadah adalah kegiatan dzikir dan doa bersama yang bertujuan untuk merenungi dosa-dosa yang telah lalu serta memohon kekuatan agar bisa menjalani ibadah dengan lebih baik.

Dalam ruangan yang diterangi cahaya redup, suasana terasa begitu khidmat. Para siswa duduk bersimpuh, menundukkan kepala, dan mulai melantunkan dzikir dengan lirih. Di antara hembusan angin malam yang sejuk, suara lantunan Laa ilaaha illallah, Astaghfirullah, dan Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar menggema, menciptakan atmosfer penuh ketenangan.

Ustadz Ahmad Fauzan mengajak para siswa untuk menutup mata dan menghadirkan diri seutuhnya di hadapan Allah. Ia mengingatkan bahwa dzikir bukan sekadar ucapan di bibir, tetapi harus disertai dengan penghayatan mendalam dalam hati. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ketika dzikir semakin larut, suasana haru mulai terasa. Beberapa siswa tampak meneteskan air mata, tersentuh oleh makna dari setiap lafaz yang mereka ucapkan. Mereka mulai merenungkan perjalanan hidup mereka—kesalahan yang telah dilakukan, kewajiban yang terabaikan, dan kesempatan yang sering mereka sia-siakan. Mereka ingat bagaimana sering lalai dalam sholat, bagaimana sering menyakiti hati orang tua dengan ucapan dan sikap yang kurang sopan, serta bagaimana sering tergoda oleh hal-hal yang tidak bermanfaat.

Ustadz Ahmad Fauzan lalu membimbing mereka untuk berdoa, memohon ampunan dengan sepenuh hati:

“Ya Allah, kami datang kepada-Mu dengan hati yang penuh dosa, dengan langkah yang penuh kekhilafan. Ampunilah kami, ya Rabb. Jangan biarkan kami larut dalam kesalahan. Jadikan kami hamba-hamba yang lebih baik, yang lebih dekat dengan-Mu.”

Tangis lirih mulai terdengar di berbagai sudut ruangan. Para siswa menyadari betapa lemahnya manusia tanpa pertolongan Allah. Mereka mulai menyadari bahwa kehidupan ini penuh ujian dan hanya dengan bergantung kepada Allah, mereka bisa menjalani semuanya dengan baik.

Setelah doa-doa panjang, suasana menjadi lebih tenang. Dalam keheningan, Ustadz Ahmad Fauzan mengingatkan mereka tentang pentingnya menjaga hati dan memperbanyak dzikir di kehidupan sehari-hari. Ia menutup sesi mujahadah dengan sebuah hadis Rasulullah ﷺ:

“Maukah kalian aku beritahukan amal yang terbaik, paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi derajatnya, lebih baik daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik daripada berperang dan membunuh musuh? Para sahabat berkata: ‘Tentu, wahai Rasulullah!’ Beliau bersabda: ‘Dzikir kepada Allah.'” (HR. Tirmidzi)

Kegiatan mujahadah malam itu menjadi pengalaman spiritual yang mendalam bagi para siswa. Mereka tidak hanya sekadar duduk dan berdoa, tetapi benar-benar merasakan perubahan dalam hati mereka. Ada ketenangan yang menyelimuti, ada tekad yang tumbuh untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan hati yang lebih lapang dan jiwa yang lebih bersih, mereka bersiap untuk melanjutkan ibadah dan meraih keberkahan Ramadhan yang masih panjang.

Menyiapkan Energi untuk Kegiatan Selanjutnya

Setelah mujahadah selesai pada pukul 21.30 WIB, para peserta diarahkan untuk beristirahat. Waktu istirahat ini sangat penting agar mereka dapat menyegarkan tubuh dan pikiran sebelum melanjutkan rangkaian kegiatan di hari berikutnya.

Hari pertama Pesantren Ramadhan di SMP-SMA Agus Salim berjalan dengan penuh keberkahan dan kesan mendalam. Semoga kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran sesaat, tetapi juga menjadi titik awal perubahan bagi siswa-siswi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bertakwa, dan lebih mencintai ibadah.

Hari Kedua yang Penuh Cahaya Ibadah

Setelah melalui hari pertama yang penuh dengan pembelajaran dan pengalaman spiritual, para siswa-siswi SMP-SMA Agus Salim kembali melanjutkan perjalanan ruhani mereka di hari kedua Pesantren Ramadhan. Hari ini dimulai lebih awal, bahkan sebelum fajar menyingsing. Para peserta diajak untuk merasakan keindahan ibadah di sepertiga malam terakhir, menikmati kebersamaan dalam sahur, serta mendapatkan ilmu yang memperkuat pemahaman mereka tentang Islam.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Dan pada sebagian malam, sholat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79)

Dengan semangat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, kegiatan dimulai pada pukul 02.00 WIB dengan sholat lail, dilanjutkan dengan berbagai aktivitas hingga malam harinya.

Sholat Lail dan Witir: Mengetuk Pintu Langit di Sepertiga Malam Terakhir (02.00 – 03.00 WIB)

Di saat kebanyakan orang masih terlelap dalam tidurnya, para peserta Pesantren Ramadhan sudah bersiap untuk melaksanakan sholat lail. Sholat ini dipimpin oleh Ustadz Ali Fikri, S.Pd, yang sebelum memulai ibadah terlebih dahulu memberikan sedikit tausiyah mengenai keutamaan sholat malam. Beliau menjelaskan bahwa sholat lail adalah ibadah yang memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah waktu dikabulkannya doa-doa.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir setiap malamnya. Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam suasana yang tenang dan khusyuk, para siswa-siswi melaksanakan sholat lail, diikuti dengan sholat witir sebagai penutup. Suara lirih doa dan dzikir menggema di ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu mendalam. Setelah sholat, para peserta pun merenungkan betapa besarnya karunia Allah bagi mereka yang mau bangun di tengah malam untuk bermunajat kepada-Nya.

Sahur Bersama Menyambut Keberkahan di Waktu Fajar (03.00 – 04.00 WIB)

Setelah menyelesaikan sholat lail dan witir, para siswa-siswi berkumpul untuk menikmati sahur bersama. Suasana kebersamaan sangat terasa di sini, karena sahur bukan sekadar makan, tetapi juga bagian dari sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bersahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Meskipun menu sahur sederhana, para peserta tetap menikmatinya dengan penuh syukur. Mereka juga saling mengingatkan satu sama lain untuk minum air yang cukup agar tetap kuat menjalani puasa di siang hari. Tidak lupa, mereka menyempatkan diri untuk membaca niat puasa bersama agar ibadah mereka lebih sempurna.

Sholat Subuh dan Tausiyah: Membangun Generasi Qur’ani di Era Modern (04.00 – 05.00 WIB)

Seusai menikmati sahur bersama, suasana di lingkungan SMP-SMA Agus Salim kembali syahdu ketika para siswa bersiap melaksanakan sholat Subuh berjamaah. Dalam keheningan dini hari yang masih gelap, mereka melangkah ke aula sekolah dengan hati yang tenang, membawa harapan agar hari itu dipenuhi dengan keberkahan.

Sholat Subuh kali ini dipimpin oleh Ustadz Drs. Mawardi, seorang pendidik yang dikenal karena kebijaksanaan dan kelembutannya dalam menyampaikan ilmu agama. Dengan bacaan yang khusyuk, sholat Subuh dijalankan dengan penuh kekhidmatan. Setelah salam, para siswa tidak langsung beranjak. Mereka tetap duduk dalam saf yang rapi, bersiap menyimak tausiyah yang akan disampaikan oleh ustadz.

Menjadi Generasi Qur’ani di Era Modern

Dalam tausiyahnya, Ustadz Mawardi mengangkat tema yang sangat relevan dengan kehidupan remaja saat ini: “Membangun Generasi Qur’ani di Era Modern.” Beliau mengawali pembicaraan dengan menegaskan bahwa di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, umat Islam tidak boleh kehilangan pegangan utama mereka, yaitu Al-Qur’an.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus…” (QS. Al-Isra: 9)

Beliau menjelaskan bahwa Al-Qur’an bukan sekadar kitab yang dibaca untuk mendapatkan pahala, tetapi lebih dari itu, ia adalah petunjuk hidup yang harus dihayati dan diamalkan. Banyak umat Islam yang bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih, tetapi tidak memahami makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, mereka masih mudah terpengaruh oleh budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Tantangan Generasi Muda di Era Digital

Di era digital seperti sekarang, godaan untuk menjauh dari nilai-nilai Islam semakin besar. Media sosial, hiburan tanpa batas, dan gaya hidup yang serba bebas menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda. Ustadz Mawardi mengingatkan bahwa generasi Qur’ani adalah mereka yang mampu mengendalikan diri di tengah derasnya arus modernisasi.

Beliau mengutip hadis Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hati yang terjaga dengan Al-Qur’an akan menjauhkan seseorang dari keburukan. Sebaliknya, jika hati telah dipenuhi dengan kesenangan dunia yang berlebihan, maka sulit baginya untuk merasakan nikmatnya ibadah. Oleh karena itu, para siswa diajak untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai teman sehari-hari, bukan hanya sekadar bacaan sesekali.

Menghidupkan Nilai-Nilai Al-Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari

Lebih lanjut, Ustadz Mawardi memberikan contoh nyata bagaimana Al-Qur’an bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang pelajar, seorang muslim sejati harus memiliki akhlak yang baik, disiplin, dan semangat menuntut ilmu.

Allah SWT berfirman:

“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah salah satu bentuk kemuliaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Namun, ilmu yang tidak diiringi dengan keimanan dan akhlak yang baik justru bisa menyesatkan. Oleh sebab itu, generasi Qur’ani adalah mereka yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang luhur sesuai dengan ajaran Islam.

Sudahkah Kita Menjadikan Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup?

Di akhir tausiyah, Ustadz Mawardi mengajak para siswa untuk merenungkan apakah selama ini mereka sudah menjadikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup atau justru sering mengabaikannya. Beliau menantang mereka untuk mulai membiasakan diri membaca dan memahami Al-Qur’an, meskipun hanya beberapa ayat setiap hari.

“Jika kita bisa menghabiskan berjam-jam untuk bermain media sosial, mengapa kita tidak bisa meluangkan waktu 10 menit saja untuk membaca dan merenungi firman Allah?” ujarnya.

Suasana menjadi hening sejenak. Para siswa terlihat mulai berpikir dan merenungkan pesan tersebut. Beberapa dari mereka mungkin menyadari bahwa selama ini mereka lebih sering menghabiskan waktu untuk hal-hal duniawi dibandingkan mendekatkan diri kepada Allah.

Sebelum menutup tausiyah, Ustadz Mawardi mengingatkan kembali bahwa menjadi generasi Qur’ani bukan berarti harus meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi bagaimana seseorang tetap memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan dengan tetap berpegang teguh pada ajaran Islam.

Dengan semangat baru, para siswa pun mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh Ustadz Mawardi. Mereka berjanji dalam hati untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an, lebih istiqomah dalam beribadah, dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Seusai tausiyah, mereka pun melanjutkan aktivitas pagi dengan bersih-bersih dan mandi, mempersiapkan diri untuk sesi kegiatan berikutnya. Hari itu, mereka memulai pagi dengan semangat yang lebih kuat, membawa bekal ilmu dan keimanan yang lebih dalam setelah mendengar nasihat berharga tentang pentingnya menjadi Generasi Qur’ani di Era Modern.

Bersih-Bersih dan Mandi: Islam Itu Suci dan Cinta Kebersihan (05.00 – 07.00 WIB)

Setelah selesai tausiyah, para siswa diarahkan untuk membersihkan lingkungan sekitar sebelum mandi dan bersiap untuk kegiatan selanjutnya. Mereka membersihkan area aula sekolah, kamar, serta lingkungan sekitar pesantren. Kegiatan ini mengajarkan bahwa kebersihan adalah bagian dari iman, sebagaimana dalam hadits Rasulullah ﷺ:

“Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Setelah bersih-bersih, mereka mandi dan mengganti pakaian, sehingga siap menjalani hari dengan semangat baru.

Tahsin Al-Qur’an: Memperbaiki Bacaan dan Tajwid (07.00 – 08.30 WIB)

Kegiatan tahsin Al-Qur’an dimulai pada pukul 07.00 WIB, sebuah sesi yang bertujuan untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an serta memperdalam pemahaman tentang tajwid. Kegiatan ini dibimbing oleh Ustadz Ali Fikri, S.Pd dan Ustadz Ahmad Fauzan, S.Pd, yang dengan sabar dan teliti membantu para siswa dalam melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan benar. Suasana dalam kelas tahsin terasa sangat khidmat, karena setiap siswa diberikan kesempatan untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara bergantian. Para ustadz dan ustadzah dengan penuh kelembutan mendengarkan bacaan mereka, mengoreksi kesalahan, serta memberikan bimbingan agar setiap huruf yang keluar sesuai dengan makhraj dan sifatnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjadi motivasi bagi para siswa untuk lebih semangat dalam memperbaiki bacaan mereka. Mereka menyadari bahwa belajar Al-Qur’an bukan hanya tentang mendapatkan pahala, tetapi juga tentang menjaga kemurnian firman Allah agar tetap terjaga dari generasi ke generasi. Kesungguhan para siswa terlihat dari ekspresi mereka saat memperhatikan koreksi dan saran dari para ustadz. Beberapa di antara mereka terkadang mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf-huruf tertentu, terutama huruf-huruf yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia seperti ‘ص’, ‘ض’, dan ‘ط’. Namun, dengan kesabaran dan latihan, sedikit demi sedikit mereka mulai terbiasa dan semakin percaya diri dalam membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.

Selain fokus pada makhraj dan tajwid, dalam sesi ini para siswa juga diajarkan teknik pernapasan yang baik agar bacaan mereka lebih tartil dan indah. Teknik pernapasan yang benar sangat penting dalam membaca Al-Qur’an, terutama saat membaca ayat-ayat panjang yang memerlukan kontrol napas agar tetap terdengar merdu dan jelas. Para ustadz memberikan contoh bagaimana cara mengambil napas dengan tepat, kapan harus berhenti, dan bagaimana menjaga irama bacaan agar sesuai dengan kaidah tajwid. Para siswa pun mulai mempraktikkan teknik ini dengan membacakan ayat-ayat yang diberikan oleh para ustadz, dan mereka pun merasakan perbedaannya bacaan menjadi lebih lancar, tidak terburu-buru, serta lebih tenang dan nyaman di telinga.

Allah SWT berfirman:

“Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil: 4)

Dalam proses pembelajaran ini, suasana kebersamaan begitu terasa. Para siswa saling mendukung satu sama lain, memberikan semangat bagi teman-temannya yang masih berjuang memperbaiki bacaannya. Mereka juga menyadari bahwa belajar Al-Qur’an adalah proses yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Tidak sedikit dari mereka yang awalnya ragu-ragu untuk membaca karena merasa belum lancar, namun setelah mendapatkan bimbingan dan dorongan, mereka mulai berani dan bahkan semakin menikmati proses belajar ini.

Di penghujung sesi, Ustadz Ali Fikri menyampaikan pesan kepada para siswa agar terus melatih diri membaca Al-Qur’an dengan baik, tidak hanya saat di pesantren Ramadhan ini, tetapi juga saat di rumah. Beliau mengingatkan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, dan salah satu bentuk kecintaan terhadapnya adalah dengan berusaha membacanya dengan tartil. Para siswa mengangguk paham, menyadari bahwa perjalanan mereka dalam memahami dan menguasai bacaan Al-Qur’an masih panjang. Namun, dengan tekad dan usaha yang terus menerus, mereka yakin bisa menjadi lebih baik dan menjaga amanah sebagai generasi yang mencintai Al-Qur’an.

Games Islami Interaktif: Mengasah Otak dan Kekompakan (08.30 – 09.30 WIB)

Setelah sesi pembelajaran yang serius, suasana menjadi lebih santai dan menyenangkan dengan adanya games Islami interaktif yang dipandu oleh Ustadzah Ifdalia, S.Pd dan Ustadz Alfu, S.Pd. Kegiatan ini bukan sekadar permainan biasa, tetapi juga dirancang untuk melatih strategi komunikasi, kerja sama tim, serta meningkatkan wawasan keislaman para siswa. Dalam suasana yang penuh semangat, para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari delapan orang. Setiap kelompok harus bekerja sama dalam berbagai tantangan yang mengasah kecerdasan, ketangkasan, dan kekompakan mereka.

Salah satu permainan yang dimainkan adalah “Rantai Informasi,” di mana setiap kelompok diberikan sebuah informasi yang harus disampaikan secara berantai dari orang pertama hingga orang terakhir. Orang terakhir inilah yang harus menyampaikan informasi yang diterimanya dan menebak apakah informasi tersebut masih sesuai dengan yang diberikan pada awal permainan. Tantangan utama dalam permainan ini adalah bagaimana setiap anggota kelompok dapat menyampaikan informasi dengan jelas dan akurat, tanpa adanya distorsi atau perubahan makna. Para siswa pun tertawa ketika menyadari bahwa informasi yang sampai ke orang terakhir sering kali berbeda jauh dari informasi awal. Dari sini mereka belajar bahwa komunikasi yang baik sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menyampaikan ajaran Islam secara benar tanpa adanya penyimpangan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini mengajarkan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan ilmu yang mereka miliki, meskipun hanya sedikit. Namun, ilmu tersebut harus disampaikan dengan benar, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Dalam konteks permainan ini, para siswa diingatkan bahwa dalam berdakwah atau menyampaikan informasi agama, mereka harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan sesuai dengan sumber aslinya, tidak ditambah atau dikurangi.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami pula yang akan menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Firman Allah ini semakin memperkuat keyakinan para siswa bahwa mempelajari Al-Qur’an bukan hanya sekadar tugas atau kewajiban, tetapi juga merupakan bagian dari menjaga kemurnian wahyu Ilahi. Dengan adanya permainan ini, mereka merasa belajar tentang Islam bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan tidak selalu dalam suasana yang serius.

Di akhir sesi, Ustadzah Ifdalia dan Ustadz Alfu memberikan refleksi singkat mengenai pentingnya kekompakan dan komunikasi yang baik, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menjalankan ajaran Islam. Para siswa pun semakin menyadari bahwa bekerja sama dalam kebaikan adalah bagian dari nilai-nilai Islam yang harus terus mereka terapkan. Dengan wajah yang penuh semangat, mereka menyatakan bahwa games Islami ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan banyak pelajaran berharga yang bisa mereka bawa pulang dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari..

Sholat Dhuha: Sholat yang Membuka Pintu Rezeki (09.30 – 10.00 WIB)

Setelah sesi games, para siswa diarahkan untuk melaksanakan sholat dhuha berjamaah yang dipimpin oleh Ustadz Edi Mulyono, S.Pd.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Pada setiap pagi, setiap sendi tubuh kalian harus disedekahi. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, dan setiap takbir adalah sedekah. Dan dua rakaat dhuha mencukupi itu semua.” (HR. Muslim)

Kajian Fiqh: Makna dan Hikmah Gerakan Sholat (10.00 – 11.30 WIB)

Setelah menunaikan sholat Dhuha, para siswa dan siswi melanjutkan kegiatan dengan kajian fiqh yang membahas makna dan hikmah di balik setiap gerakan sholat. Kajian ini menjadi salah satu sesi yang paling dinanti, karena tidak hanya membahas teori, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam mengenai bagaimana setiap gerakan sholat memiliki makna spiritual dan manfaat tersendiri bagi tubuh serta jiwa. Untuk memastikan kenyamanan dan kefokusan dalam belajar, kajian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok putra dan putri, sehingga diskusi dapat berjalan lebih efektif tanpa rasa canggung.

Dalam kajian ini, para siswa dibimbing oleh ustadz dan ustadzah yang memiliki keahlian di bidang fiqh, di antaranya Ustadz Drs. Mahmudi, Ustadz Ali Fikri, S.Pd, Ustadz Syahril, ME, serta Ustadzah Anisa Purwati, M.Ag, dan Ustadzah Dra. Khusniyati. Mereka tidak hanya menjelaskan tata cara sholat yang benar sesuai sunnah Rasulullah ﷺ, tetapi juga menguraikan makna filosofis di balik setiap gerakan sholat. Ustadz Mahmudi, misalnya, menjelaskan bagaimana setiap gerakan dalam sholat mencerminkan sikap ketundukan dan kepasrahan seorang hamba kepada Allah SWT. Ketika seseorang berdiri tegak dalam takbiratul ihram, itu melambangkan kesiapan untuk menghadapkan seluruh jiwa dan raganya kepada Allah. Rukuk mencerminkan kerendahan hati, sementara sujud adalah bentuk kepasrahan total yang paling tinggi kepada Sang Pencipta.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam sholat) adalah lebih besar (keutamaannya).” (QS. Al-Ankabut: 45)

Ayat ini menegaskan bahwa sholat bukan hanya kewajiban, tetapi juga memiliki kekuatan spiritual yang mampu mencegah seseorang dari perbuatan buruk. Ustadzah Anisa Purwati menambahkan bahwa jika seseorang benar-benar memahami makna sholat, maka ia akan lebih mudah menjaga akhlak dan perilakunya di luar sholat. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang sholatnya khusyuk akan lebih sadar dalam berucap, lebih sabar dalam menghadapi masalah, dan lebih peduli terhadap sesama.

Selain makna spiritual, sesi ini juga membahas manfaat kesehatan dari gerakan sholat. Ustadz Syahril, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan kesehatan Islam, menjelaskan bagaimana setiap gerakan sholat memiliki dampak positif bagi tubuh. Berdiri tegak dalam sholat membantu menjaga postur tubuh agar tetap lurus dan mencegah masalah tulang belakang. Rukuk berfungsi untuk meregangkan otot punggung dan memperlancar aliran darah ke otak. Sujud, yang merupakan posisi di mana kepala lebih rendah dari jantung, membantu meningkatkan suplai oksigen ke otak sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan ketenangan jiwa.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Lakukanlah sholat sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjadi pedoman utama dalam mempraktikkan sholat yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ. Oleh karena itu, dalam sesi ini, para siswa juga diajak untuk melakukan simulasi sholat dengan memperhatikan setiap gerakan yang benar sesuai sunnah. Beberapa siswa tampak terkejut ketika menyadari bahwa selama ini ada gerakan sholat mereka yang kurang tepat, seperti posisi tangan saat rukuk atau cara duduk di antara dua sujud. Para ustadz dengan sabar membimbing mereka dan memberikan koreksi yang diperlukan.

Tidak hanya soal gerakan, para siswa juga mendapatkan pelatihan dalam membaca doa-doa sholat dengan lebih baik. Ustadz Ali Fikri menekankan bahwa membaca bacaan sholat dengan benar sangat penting karena kesalahan dalam pelafalan bisa mengubah makna. Selain itu, memahami arti bacaan sholat juga menjadi kunci agar seseorang bisa lebih khusyuk dalam ibadahnya. Dengan memahami arti setiap doa yang mereka baca, para siswa menjadi lebih sadar akan makna sholat dan tidak sekadar menghafal tanpa memahami isinya.

Pada akhir sesi, para ustadz memberikan pesan penting bahwa sholat bukan hanya rutinitas harian, tetapi harus menjadi kebutuhan bagi setiap Muslim. Mereka juga menegaskan bahwa khusyuk dalam sholat bukan hanya soal bagaimana seseorang bisa menangis saat berdoa, tetapi juga bagaimana ibadah tersebut mampu membentuk karakter seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna sholat, diharapkan para siswa semakin mencintai ibadah ini dan menjadikannya sebagai pilar utama dalam kehidupan mereka.

Sholat Jumat: Khutbah yang Menyentuh Hati (11.30 – 12.30 WIB)

Bagi siswa putra, kegiatan selanjutnya adalah sholat Jumat yang dipimpin oleh Ustadz Singgih, S.Pd. Dalam khutbahnya, beliau menekankan pentingnya menjaga sholat dan menunaikannya dengan khusyuk.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sholat yang paling berat bagi orang munafik adalah sholat Isya dan sholat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Khutbah ini memberikan motivasi bagi para siswa untuk semakin memperhatikan sholat mereka.

Istirahat Siang: Waktu untuk Merefleksikan Ilmu (12.30 – 15.00 WIB)

Setelah serangkaian kegiatan yang cukup padat, para siswa diberikan waktu istirahat siang. Beberapa siswa memanfaatkan waktu ini untuk tidur sejenak, sementara yang lain ada yang memilih untuk membaca Al-Qur’an atau berdiskusi ringan dengan teman-temannya mengenai materi yang telah mereka pelajari sejak pagi.

Di sela istirahat, beberapa ustadz dan ustadzah juga berkeliling untuk berbincang dengan siswa, menanyakan kesan mereka selama Pesantren Ramadhan ini berlangsung. Banyak dari mereka yang mengaku merasa lebih dekat dengan Allah dan lebih memahami pentingnya ibadah dengan benar.

Sholat Ashar: Menguatkan Kedisiplinan dalam Ibadah (15.00 – 15.30 WIB)

Setelah istirahat, kegiatan dilanjutkan dengan sholat Ashar berjamaah. Momen ini kembali mengingatkan siswa bahwa sholat adalah tiang agama yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang meninggalkan sholat Ashar dengan sengaja, maka amalnya akan terhapus.” (HR. Bukhari)

Para siswa pun berusaha untuk lebih khusyuk dalam sholat mereka, menyadari bahwa menjaga sholat tepat waktu adalah salah satu bentuk kedisiplinan dan kecintaan mereka kepada Allah SWT.

Games Islami Interaktif: Mengenal Huruf Hijaiyah dengan Metode Seru (15.30 – 16.30 WIB)

Untuk menyegarkan kembali semangat para peserta setelah rangkaian materi yang cukup padat, sesi selanjutnya adalah games Islami interaktif yang dikemas secara menarik dan penuh tantangan. Permainan ini tidak hanya bertujuan untuk menghibur, tetapi juga melatih kemampuan motorik, memperkuat pemahaman tentang huruf hijaiyah, serta membangun kekompakan tim. Dipandu oleh Ustadzah Milhana, S.Pd, dan Ustadzah Faraida, S.Pd, para peserta diajak untuk belajar dengan cara yang lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

Setiap kelompok terdiri dari 8 orang, yang harus bekerja sama dalam menyelesaikan tantangan yang diberikan. Tantangan utama dalam permainan ini adalah mengambil potongan kertas yang berisi huruf hijaiyah yang telah disebutkan oleh pemandu. Namun, ada tantangan tambahan yang membuat permainan semakin seru—di antara banyaknya potongan kertas yang tersedia, terdapat beberapa huruf pengecoh yang bisa membuat kelompok tertipu jika tidak teliti. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memiliki strategi yang baik dalam mengidentifikasi huruf yang benar dan bekerja sama dengan anggota lainnya untuk menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)

Begitu permainan dimulai, suasana menjadi semakin meriah. Para siswa tampak begitu antusias dan bersemangat untuk menyelesaikan tantangan dengan cepat. Beberapa dari mereka berlari kecil untuk mengambil potongan kertas, sementara yang lain berdiskusi dengan teman satu timnya agar tidak salah dalam memilih huruf. Teriakan semangat, tawa riang, dan sorakan dukungan antar anggota kelompok terdengar memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer yang penuh kegembiraan.

Namun, lebih dari sekadar permainan, sesi ini memberikan pelajaran berharga kepada para siswa. Mereka belajar pentingnya fokus dalam menangkap informasi, ketelitian dalam mengenali huruf hijaiyah, serta kerja sama tim dalam menyusun strategi. Jika ada satu orang saja yang kurang teliti atau terburu-buru dalam mengambil keputusan, maka kelompoknya bisa salah memilih huruf dan kehilangan kesempatan untuk menang. Hal ini mengajarkan mereka bahwa dalam kehidupan sehari-hari, ketelitian dan kerja sama adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan merasa sulit, maka ia mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari & Muslim)

Setelah beberapa putaran permainan berlangsung, pemandu memberikan evaluasi dan umpan balik kepada para peserta. Ustadzah Faraida menekankan bahwa mengenal huruf hijaiyah bukan hanya sekadar untuk permainan, tetapi merupakan langkah awal dalam mempelajari Al-Qur’an dengan baik. Beliau mengingatkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, dan untuk membacanya dengan benar, seseorang harus terlebih dahulu memahami huruf hijaiyah beserta tajwidnya. Oleh karena itu, belajar huruf hijaiyah dengan cara yang menyenangkan seperti ini bisa menjadi motivasi bagi siswa untuk lebih rajin dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an.

Di akhir sesi, kelompok yang berhasil mengumpulkan huruf dengan benar dalam waktu tercepat mendapatkan apresiasi berupa hadiah kecil sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras dan kekompakan mereka. Namun, lebih dari sekadar hadiah, pengalaman berharga yang didapatkan dari permainan ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi mereka dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an dengan lebih baik serta menanamkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Berbuka Puasa Bersama: Kebersamaan dalam Menjalankan Sunnah (17.30 – 19.00 WIB)

Menjelang waktu berbuka, para siswa bersiap untuk menikmati hidangan buka puasa. Ustadz Ahmad Fauzan, S.Pd, memimpin doa sebelum berbuka, mengingatkan mereka bahwa berbuka dengan makanan yang halal dan baik adalah bagian dari keberkahan Ramadhan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu Tuhannya.” (HR. Muslim)

Sajian buka puasa yang sederhana tetapi penuh keberkahan ini dinikmati dengan penuh syukur. Para siswa juga berbagi makanan dengan teman-teman mereka, menciptakan suasana kebersamaan yang begitu hangat.

Sholat Isya, Tarawih, dan Menonton Film Inspiratif (19.00 – 22.30 WIB)

Setelah berbuka dengan penuh kebersamaan dan melaksanakan sholat Maghrib, para siswa beristirahat sejenak sebelum bersiap untuk menjalankan sholat Isya dan Tarawih berjamaah. Pada pukul 19.00 WIB, mereka kembali berkumpul di aula sekolah, di mana sholat Isya dan Tarawih dipimpin oleh Ustadz Drs. Mahmudi. Suasana ibadah terasa sangat khusyuk, diiringi lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang menggema dengan penuh keindahan. Dalam sholat Tarawih, para siswa merasakan betapa istimewanya malam-malam di bulan Ramadhan, yang merupakan kesempatan emas untuk memperbanyak amal ibadah dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang mendirikan sholat malam di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim)

Kehadiran hadis ini menjadi pengingat bagi para siswa bahwa ibadah di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang sangat besar. Mereka semakin termotivasi untuk melaksanakan sholat Tarawih dengan penuh kesungguhan, meskipun tubuh mulai merasakan lelah setelah menjalani aktivitas seharian. Setiap gerakan sholat, setiap ayat yang dilantunkan, menjadi wujud kepasrahan dan penghambaan kepada Allah SWT.

Setelah menyelesaikan sholat Tarawih, kegiatan berlanjut dengan sesi menonton film Islam inspiratif. Pada malam itu, para siswa diajak untuk menyaksikan film berjudul Uwais Al-Qarni, sebuah kisah penuh makna yang mengisahkan seorang pemuda yang sangat berbakti kepada ibunya dan memiliki keteguhan iman yang luar biasa. Film ini dipandu oleh Ustadz Harry, S.Pd, dan Ustadz Yuli Agus, S.Pd, yang sebelum pemutaran film terlebih dahulu memberikan pengantar mengenai siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni dan mengapa kisahnya begitu istimewa.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Ayat ini menegaskan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua, sebagaimana yang dicontohkan oleh Uwais Al-Qarni. Dalam film, ditampilkan bagaimana Uwais yang hidup dalam kondisi sederhana tetap memiliki kecintaan yang luar biasa kepada ibunya. Meskipun ia tidak terkenal di dunia, namun namanya begitu mulia di langit. Rasulullah ﷺ bahkan menyebutnya sebagai sosok yang doanya sangat mustajab, sehingga para sahabat diperintahkan untuk meminta doa kepadanya.

Para siswa tampak begitu terpaku menyaksikan film ini. Beberapa dari mereka mulai merenung, mengingat bagaimana sikap mereka terhadap orang tua selama ini. Ada yang tampak berkaca-kaca, tersentuh dengan pengorbanan Uwais dalam merawat ibunya tanpa mengharapkan imbalan. Momen ini menjadi refleksi bagi mereka untuk lebih menghargai dan menyayangi orang tua, serta tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berbakti selagi masih ada waktu.

Untuk menambah pemahaman, para siswa diwajibkan mencatat nama tokoh serta keteladanan yang mereka pelajari dari film ini. Setelah film selesai, Ustadz Harry dan Ustadz Yuli memberikan beberapa pertanyaan terkait nilai-nilai yang bisa diambil dari kisah Uwais Al-Qarni. Diskusi ini berjalan dengan penuh antusias, karena banyak siswa yang ingin berbagi pendapat dan perasaan mereka setelah menonton.

Namun, memahami bahwa aktivitas sepanjang hari cukup melelahkan, panitia memberikan kebebasan kepada siswa yang sudah mengantuk pada pukul 21.00 WIB untuk beristirahat lebih awal. Sementara itu, bagi yang masih ingin menonton dan mendalami kisah inspiratif ini, mereka diperbolehkan untuk menyaksikan film hingga akhir. Beberapa siswa tetap bertahan, menyimak dengan seksama setiap adegan, sementara yang lain memilih untuk beristirahat agar bisa menjalankan ibadah malam dengan kondisi tubuh yang lebih segar.

Malam itu, para siswa tidak hanya mendapatkan hiburan, tetapi juga pelajaran hidup yang mendalam. Kisah Uwais Al-Qarni menjadi inspirasi bagi mereka untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan dengan orang tua, serta semakin teguh dalam menjalankan ibadah dan berbuat kebaikan di bulan Ramadhan dan seterusnya.

Istirahat Malam: Bersiap untuk Hari Ketiga (21.00 – 02.00 WIB)

Setelah seharian penuh dengan ilmu dan ibadah, para siswa pun diberikan waktu istirahat. Mereka tidur dengan perasaan tenang, membawa serta pelajaran berharga yang telah mereka dapatkan sepanjang hari.

Hari kedua Pesantren Ramadhan ini bukan hanya memberikan pengalaman spiritual, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan, kerja sama, dan kecintaan terhadap Islam. Esok hari, mereka akan kembali menjalani hari yang penuh keberkahan dengan kegiatan yang tak kalah menarik.

Hari Ketiga: Penutupan Pesantren Ramadhan SMP-SMA Agus Salim

Hari ketiga Pesantren Ramadhan di SMP-SMA Agus Salim menjadi momen yang sangat berkesan bagi seluruh siswa-siswi. Setelah dua hari penuh dengan berbagai pembelajaran, ibadah, dan pengalaman spiritual yang mendalam, hari ini menjadi puncak dari perjalanan mereka dalam menimba ilmu agama. Meski tubuh terasa lelah karena rangkaian kegiatan yang cukup padat, semangat mereka tetap menyala untuk mengikuti setiap sesi terakhir dengan antusias.

Sejak pagi, suasana di aula sekolah begitu syahdu. Para siswa datang dengan wajah cerah, meskipun sebagian dari mereka masih mengantuk setelah bangun sahur dan sholat Subuh berjamaah. Namun, semangat mereka tetap tinggi, terutama karena mereka sadar bahwa ini adalah hari terakhir mereka dalam Pesantren Ramadhan tahun ini. Saling menyapa dengan senyum hangat, mereka berbagi pengalaman tentang kegiatan yang telah mereka jalani. Ada yang bercerita tentang keseruan saat mengikuti games Islami, ada pula yang mengungkapkan betapa terharunya mereka saat mendengar kisah-kisah inspiratif dari para ustadz dan ustadzah.

Aula yang sejak hari pertama menjadi pusat kegiatan Pesantren Ramadhan kembali dipenuhi oleh suara riuh rendah siswa yang bersemangat. Beberapa di antara mereka masih mengulang hafalan doa dan bacaan Al-Qur’an yang mereka pelajari, sementara yang lain bercanda ringan untuk mencairkan suasana. Meski lelah mulai terasa, tidak ada yang ingin melewatkan detik-detik terakhir dari momen istimewa ini.

Hari terakhir ini terasa lebih istimewa karena menjadi kesempatan bagi para siswa untuk merenungkan kembali apa yang telah mereka pelajari dan alami selama tiga hari terakhir. Tidak hanya sekadar menimba ilmu agama, tetapi mereka juga telah mendapatkan banyak pelajaran tentang kebersamaan, disiplin, dan bagaimana menjalani bulan suci Ramadhan dengan lebih bermakna. Ada yang mulai menyadari betapa pentingnya menjaga sholat lima waktu, ada pula yang bertekad untuk lebih rutin membaca Al-Qur’an setelah pulang ke rumah.

Di sela-sela kegiatan, beberapa siswa tampak asyik menulis di buku catatan mereka, merangkum materi yang disampaikan selama Pesantren Ramadhan. Mereka ingin memastikan bahwa ilmu yang diperoleh tidak hanya tersimpan dalam ingatan, tetapi juga bisa mereka amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit yang berharap agar kegiatan seperti ini bisa berlangsung lebih lama, karena bagi mereka, pengalaman ini sangat berharga dan memberikan banyak perubahan positif dalam diri mereka.

Suasana haru pun mulai terasa ketika menyadari bahwa ini adalah hari terakhir kebersamaan mereka dalam suasana Pesantren Ramadhan. Bagi sebagian siswa, pengalaman ini bukan sekadar kegiatan sekolah, melainkan perjalanan spiritual yang mempererat hubungan mereka dengan Allah dan juga dengan teman-teman mereka. Semua berharap bahwa setelah acara ini berakhir, semangat yang telah terbangun tidak akan luntur, melainkan terus terjaga dan semakin kuat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sholat Lail dan Witir: Memulai Hari dengan Keikhlasan dan Refleksi Diri (02.00 – 03.00 WIB)

Seperti dua hari sebelumnya, hari ketiga dimulai dengan sholat lail dan witir yang dipimpin oleh Ustadz Ali Fikri, S.Pd. Suasana dini hari yang hening menjadi momen terbaik bagi para siswa untuk bermunajat kepada Allah SWT. Dalam sholat ini, mereka diajak untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya, memohon ampunan, dan berdoa agar diberikan kekuatan untuk tetap istiqomah dalam ibadah. Saat sujud yang panjang, mereka merasakan betapa kecilnya diri di hadapan Allah, betapa banyak dosa yang telah dilakukan, dan betapa besarnya nikmat yang telah diberikan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sholat malam adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sebagai penghapus dosa, dan pencegah perbuatan dosa.” (HR. Tirmidzi)

Sholat malam memang memiliki keutamaan luar biasa. Para siswa yang sebelumnya mungkin jarang melakukan sholat tahajud, kini mulai merasakan manfaatnya—hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih. Mereka menyadari bahwa dalam kesunyian malam, mereka bisa lebih leluasa merenungi kehidupan, mengingat kembali bagaimana mereka menjalani hari-hari sebelumnya. Apakah mereka sudah menjadi anak yang baik? Apakah mereka sudah cukup berbakti kepada orang tua? Apakah mereka sudah bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan?

Ustadz Ali Fikri mengingatkan mereka akan firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Setelah sholat, para siswa duduk dengan tenang, menutup mata, dan merenungkan kembali betapa besar pengorbanan orang tua mereka. Ada yang tanpa sadar meneteskan air mata, mengingat bagaimana mereka sering kali menyakiti hati ibu dan ayah mereka, baik dengan kata-kata kasar, sikap acuh tak acuh, atau tidak menaati perintah mereka.

Di dalam hati, mereka mulai berjanji pada diri sendiri, bahwa setelah pulang dari Pesantren Ramadhan ini, mereka akan lebih menghargai dan mencintai orang tua mereka. Mereka akan lebih sering membantu pekerjaan rumah, mengucapkan kata-kata yang lembut, dan tidak lagi membantah. Lebih dari itu, mereka akan mendoakan orang tua mereka setiap selesai sholat, sebagaimana diajarkan dalam Islam:

“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 24)

Momen refleksi ini menjadi titik balik bagi banyak siswa. Mereka menyadari bahwa ibadah bukan hanya tentang hubungan dengan Allah, tetapi juga bagaimana mereka memperlakukan orang-orang terdekat mereka dengan lebih baik. Setelah sholat lail dan witir, mereka merasa lebih tenang dan siap untuk menjalani hari terakhir di Pesantren Ramadhan dengan hati yang lebih bersih dan niat yang lebih kuat untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Sahur Bersama: Kebersamaan yang Menguatkan (03.00 – 04.00 WIB)

Setelah sholat lail dan witir, para siswa berkumpul untuk menikmati sahur bersama. Suasana sahur terasa hangat, diiringi canda tawa dan obrolan ringan di antara mereka. Beberapa siswa tampak masih mengantuk, tetapi mereka tetap menikmati kebersamaan ini.

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah ﷺ:

“Bersahurlah kalian, karena di dalam sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sahur bukan sekadar mengisi perut untuk menghadapi puasa, tetapi juga bagian dari sunnah yang membawa keberkahan. Para siswa diingatkan untuk selalu berniat dalam hati bahwa mereka berpuasa karena Allah, sehingga setiap aktivitas puasa mereka menjadi ibadah yang bernilai pahala.

Sholat Subuh dan Tausiyah Kejutan dari Kepala Yayasan (04.00 – 05.00 WIB)

Setelah santap sahur bersama, para siswa segera bersiap untuk melaksanakan sholat Subuh berjamaah di aula sekolah. Suasana masih sunyi, hanya terdengar lantunan iqamah yang menandakan bahwa waktu sholat telah tiba. Meski tidak di aula sekolah, semangat para siswa tetap terasa kuat, dengan saf-saf yang tersusun rapi. Sholat Subuh kali ini dipimpin oleh Ustadz Drs. Mawardi, yang membimbing mereka dengan suara yang tenang dan penuh kekhusyukan.

Setelah sholat, para siswa tetap duduk di tempatnya, bersiap untuk mendengarkan tausiyah pagi. Ustadz Mawardi membuka tausiyah dengan tema “Keistiqomahan dalam Ibadah”, mengingatkan bahwa semangat beribadah di bulan Ramadhan seharusnya tidak berhenti hanya karena bulan suci ini berakhir. Beliau menegaskan bahwa ujian sebenarnya bukan terletak pada seberapa rajin kita beribadah selama Ramadhan, tetapi seberapa banyak kebiasaan baik itu tetap bertahan setelah Ramadhan berlalu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari & Muslim)

Namun, ada kejutan yang tidak disangka-sangka oleh para siswa. Saat mereka tengah fokus menyimak tausiyah, tiba-tiba suasana berubah ketika seorang tamu tak terduga hadir. Tanpa diduga, Kepala Yayasan, Ustadzah Nizam Uana, melangkah masuk dengan senyum hangat. Kehadiran beliau yang tidak terjadwal sebelumnya langsung membuat para siswa terkejut sekaligus antusias.

Beliau kemudian mengambil tempat di depan dan menyampaikan beberapa nasihat berharga. Dengan suara lembut namun penuh wibawa, beliau mengajak para siswa untuk kembali mengingat semua ilmu yang telah mereka dapatkan selama Pesantren Ramadhan.

“Anak-anakku, kita semua telah belajar banyak dalam tiga hari ini. Namun, tantangan sesungguhnya bukan di sini, melainkan di rumah kalian. Bisakah kalian tetap istiqomah dalam menjaga sholat malam? Bisakah kalian tetap membaca Al-Qur’an setiap hari? Itu adalah ujian sesungguhnya!”

Kata-kata beliau langsung menyentuh hati para siswa. Beberapa dari mereka menundukkan kepala, merenungkan apakah mereka benar-benar bisa mempertahankan kebiasaan baik yang telah mereka bangun selama di pesantren ini. Tidak sedikit yang mulai menyadari bahwa sering kali, setelah Ramadhan berlalu, semangat ibadah mereka perlahan menurun dan kembali kepada kebiasaan lama.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…” (QS. An-Nahl: 92)

Ayat ini mengingatkan para siswa bahwa mempertahankan kebiasaan baik jauh lebih sulit daripada memulainya. Namun, itulah tanda dari seorang hamba yang benar-benar beriman—mereka yang mampu istiqomah dalam kebaikan, meskipun godaan untuk kembali ke kebiasaan lama sangat besar.

Ustadzah Nizam Uana kemudian menutup tausiyahnya dengan sebuah tantangan kepada para siswa.

“Jika kalian benar-benar ingin menjadi lebih baik, maka buktikanlah! Jangan hanya semangat ketika berada di lingkungan pesantren, tetapi tunjukkan di rumah, di sekolah, dan di mana pun kalian berada. Jangan sampai semua yang telah kalian pelajari di sini hanya menjadi teori tanpa praktik!”

Para siswa mengangguk-angguk, memahami bahwa tantangan sesungguhnya bukanlah menyelesaikan program Pesantren Ramadhan, tetapi menjaga komitmen terhadap nilai-nilai yang telah mereka pelajari. Beberapa dari mereka bahkan terlihat semakin termotivasi, seolah mendapatkan suntikan semangat baru untuk terus istiqomah dalam ibadah mereka.

Setelah tausiyah selesai, suasana tetap terasa penuh renungan. Beberapa siswa terlihat saling berbisik, membicarakan niat mereka untuk tetap menjaga kebiasaan baik ini. Tidak sedikit pula yang segera mengambil mushaf Al-Qur’an dan mulai membacanya, seolah ingin membuktikan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka benar-benar bisa istiqomah.

Pagi itu bukan hanya sekadar sesi tausiyah biasa, tetapi menjadi momen refleksi yang mendalam bagi para siswa. Sebuah pengingat bahwa perjalanan spiritual mereka tidak berhenti di Pesantren Ramadhan, melainkan baru saja dimulai.

Bersih-Bersih dan Mandi: Mempersiapkan Diri untuk Hari Terakhir (05.00 – 07.00 WIB)

Setelah tausiyah, para siswa diarahkan untuk bersih-bersih dan mandi. Kegiatan ini bukan hanya untuk menjaga kebersihan diri, tetapi juga sebagai latihan untuk menjaga kebersihan lingkungan, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam:

“Kebersihan adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Mereka dengan semangat membersihkan area tempat mereka menginap, melipat selimut, dan menyapu ruangan. Kebiasaan ini diharapkan terus terbawa dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Praktik Khitobah: Melatih Keberanian Berbicara (07.00 – 08.00 WIB)

Setelah para siswa selesai membersihkan diri dan merapikan aula, kegiatan dilanjutkan dengan sesi Khitobah, yaitu kajian tentang seni berbicara dalam Islam yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Fauzan, S.Pd. Dalam sesi ini, para siswa diajak untuk memahami pentingnya kemampuan berbicara di depan umum, khususnya dalam menyampaikan dakwah dan kebaikan kepada orang lain.

Ustadz Ahmad Fauzan memulai dengan menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk menyebarkan ilmu dengan cara yang baik dan bijak. Beliau mengisahkan bagaimana Rasulullah ﷺ adalah seorang komunikator yang luar biasa, yang mampu menyampaikan pesan dengan jelas, penuh hikmah, dan menyentuh hati para pendengarnya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik…” (QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menjadi pedoman bahwa dalam menyampaikan kebaikan, seseorang harus menggunakan kata-kata yang santun dan mudah dipahami, sehingga dakwah menjadi lebih efektif dan diterima oleh orang lain.

Selanjutnya, Ustadz Ahmad Fauzan menjelaskan bahwa berbicara di depan umum bukan hanya tentang menyampaikan kata-kata, tetapi juga bagaimana membuat pesan menjadi menarik dan mengena di hati pendengar. Beliau menekankan pentingnya keikhlasan dalam berbicara, karena dakwah yang disampaikan dari hati akan lebih mudah menyentuh hati orang lain.

Selain itu, beliau juga mencontohkan beberapa kisah dari para sahabat yang memiliki kemampuan berbicara luar biasa, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang dikenal lembut dalam bertutur kata, Umar bin Khattab yang tegas dan penuh wibawa, serta Ali bin Abi Thalib yang memiliki gaya bicara yang penuh kebijaksanaan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya dalam berbicara ada sihirnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang luar biasa. Kata-kata yang baik dapat menginspirasi, membangun semangat, dan membawa perubahan, sedangkan kata-kata yang buruk bisa menyakiti dan merusak hati orang lain. Oleh karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati dalam berbicara dan memastikan bahwa ucapannya mengandung kebaikan.

Para siswa mendengarkan dengan penuh perhatian. Beberapa di antara mereka terlihat mengangguk-angguk, menunjukkan bahwa mereka memahami betapa pentingnya seni berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Ustadz Ahmad Fauzan juga memberikan contoh bagaimana berbicara dengan intonasi yang baik, jeda yang tepat, serta penggunaan bahasa tubuh yang mendukung pesan yang disampaikan.

Beliau kemudian menantang para siswa, “Coba bayangkan, di luar sana banyak sekali anak-anak seusia kalian yang sudah tampil di televisi, menjadi dai cilik yang lantang dan percaya diri dalam menyampaikan dakwah. Apakah kalian mau kalah dengan mereka?”

Sontak, para siswa mulai saling melirik, beberapa di antaranya terlihat termotivasi. Ustadz Ahmad Fauzan melanjutkan, “Jika mereka bisa berbicara di depan kamera, di hadapan jutaan orang, kenapa kalian tidak bisa? Jangan pernah merasa minder! Seorang Muslim harus berani, percaya diri, dan lantang dalam menyampaikan kebaikan. Jangan biarkan rasa takut atau malu menghambat kalian untuk berbicara yang benar!”

Para siswa semakin bersemangat. Mereka menyadari bahwa kemampuan berbicara bukan hanya penting dalam dunia dakwah, tetapi juga dalam kehidupan sosial, akademik, dan profesional. Seseorang yang mampu berbicara dengan baik akan lebih mudah menyampaikan pendapat, membangun hubungan yang baik dengan orang lain, serta menjadi pribadi yang berpengaruh dalam lingkungannya.

“Mulailah belajar berbicara dengan baik sejak sekarang. Tidak harus di hadapan banyak orang, tetapi bisa dimulai dari lingkungan kecil, seperti berbicara dengan teman atau keluarga dengan bahasa yang santun dan penuh hikmah,” pesan beliau menutup sesi ini.

Sesi Khitobah ini menjadi pelajaran berharga bagi para siswa. Mereka menyadari bahwa berbicara bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga tentang bagaimana menyentuh hati dan membawa perubahan positif bagi orang lain. Yang terpenting, mereka tidak boleh kalah dengan para dai cilik di televisi—mereka juga bisa menjadi generasi yang berani, percaya diri, dan mampu menyuarakan kebaikan dengan penuh keyakinan!

Diskusi Interaktif: Tanya Jawab Seputar Keislaman dan Ramadhan (08.00 – 09.00 WIB)

Setelah sesi Khitobah, kegiatan dilanjutkan dengan Diskusi Interaktif: Tanya Jawab Seputar Keislaman dan Ramadhan. Sesi ini dipandu oleh Ustadz Drs. Mahmudi, seorang pendidik yang dikenal memiliki cara penyampaian yang santai namun penuh hikmah.

Dalam sesi ini, para siswa diberi kebebasan untuk bertanya mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan keislaman, khususnya ibadah di bulan Ramadhan. Awalnya, beberapa siswa terlihat ragu-ragu untuk mengangkat tangan, tetapi setelah beberapa pertanyaan pertama diajukan, suasana menjadi lebih hidup.

Ustadz Mahmudi membuka sesi dengan sebuah pertanyaan dasar namun mendalam:

“Siapa yang bisa menjelaskan, apa itu puasa?”

Salah seorang siswa mengangkat tangan dan menjawab, “Puasa adalah menahan lapar dan haus dari Subuh sampai Maghrib.”

Ustadz Mahmudi tersenyum, lalu mengoreksi dengan lembut, “Betul, tapi itu hanya sebagian dari makna puasa. Puasa bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan pahala puasa, seperti berkata kasar, berbohong, atau berbuat maksiat. Puasa adalah latihan mengendalikan hawa nafsu agar kita menjadi pribadi yang lebih bertakwa.”

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Setelah itu, seorang siswa lain bertanya, “Ustadz, kalau lupa makan atau minum saat puasa, puasanya batal nggak?”

Ustadz Mahmudi menjawab, “Tidak batal. Justru itu adalah rezeki dari Allah. Nabi ﷺ bersabda: ‘Barang siapa yang lupa bahwa dia sedang berpuasa lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.’ (HR. Bukhari & Muslim)”

Mendengar hal ini, beberapa siswa tampak lega dan mengangguk-angguk, menyadari bahwa Islam adalah agama yang penuh kemudahan.

Diskusi pun semakin menarik. Seorang siswa mengajukan pertanyaan, “Ustadz, sahur itu apa? Dan apakah boleh tidak sahur?”

Ustadz Mahmudi menjelaskan bahwa sahur adalah makan sebelum waktu Subuh untuk memberikan energi saat berpuasa. Walaupun sahur tidak wajib, tetapi sangat dianjurkan karena mengandung keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Lalu ada siswa lain yang bertanya, “Kalau bangun kesiangan dan sahurnya pas azan Subuh, puasanya sah atau tidak?”

Ustadz Mahmudi menjelaskan bahwa ketika azan Subuh sudah berkumandang, berarti waktu makan sahur telah habis. Jika seseorang masih makan atau minum setelah itu, puasanya batal. Oleh karena itu, beliau mengingatkan agar siswa-siswa membiasakan bangun lebih awal agar tidak terburu-buru saat sahur.

Salah seorang siswa kemudian bertanya, “Ustadz, sholat itu apa? Dan kenapa kita harus sholat?”

Ustadz Mahmudi menjelaskan, “Sholat adalah ibadah yang paling utama dalam Islam. Sholat adalah bentuk komunikasi kita dengan Allah, cara kita bersyukur, memohon petunjuk, dan meminta perlindungan. Bahkan, dalam hadits disebutkan bahwa amalan pertama yang akan dihisab di akhirat adalah sholat. Jika sholat seseorang baik, maka amal lainnya juga akan baik. Tapi jika sholatnya buruk, maka amal lainnya juga akan dihitung buruk.”

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Seiring berjalannya diskusi, berbagai pertanyaan lainnya bermunculan:

  • “Apakah anak kecil wajib puasa?”
  • “Apa hukum berbuka puasa dengan yang manis?”
  • “Kenapa saat Ramadhan, setan dibelenggu tetapi masih ada orang yang berbuat maksiat?”
  • “Apa keutamaan membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan?”
  • “Bagaimana cara agar tetap semangat beribadah setelah Ramadhan?”

Ustadz Mahmudi dengan sabar menjawab satu per satu pertanyaan para siswa. Ia menjelaskan bahwa anak kecil memang belum wajib berpuasa, tetapi sebaiknya mulai dilatih agar terbiasa. Mengenai berbuka dengan yang manis, hal itu adalah sunnah Nabi, karena makanan manis seperti kurma cepat mengembalikan energi setelah seharian berpuasa.

Sementara itu, terkait dengan setan yang dibelenggu di bulan Ramadhan, Ustadz Mahmudi menjelaskan bahwa meskipun setan dibelenggu, hawa nafsu manusia tetap ada. Oleh karena itu, latihan dalam mengendalikan diri selama Ramadhan sangat penting agar setelah bulan suci ini berakhir, kita tetap bisa menjaga kebiasaan baik.

Diskusi ini berlangsung seru dan penuh antusiasme. Para siswa tampak semakin memahami esensi ibadah di bulan Ramadhan, bukan hanya sebatas ritual, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk karakter yang lebih baik.

Sebelum sesi ditutup, Ustadz Mahmudi memberikan pesan, “Jangan takut bertanya tentang agama, karena semakin banyak kita belajar, semakin dekat kita dengan Allah. Dan ingat, jangan hanya semangat ibadah saat Ramadhan saja, tapi jadikan kebiasaan baik ini terus berlanjut sepanjang tahun!”

Sesi Diskusi Interaktif ini benar-benar menjadi momen berharga bagi para siswa, karena mereka bisa menggali ilmu dengan cara yang menyenangkan dan penuh makna.

Sholat Dhuha, Penutupan, dan Pemberian Hadiah (09.00 – 10.00 WIB)

Setelah diskusi, seluruh siswa melaksanakan sholat Dhuha bersama, sebagai bentuk rasa syukur atas ilmu yang telah mereka dapatkan selama tiga hari ini.

Kemudian, acara dilanjutkan dengan penutupan resmi Pesantren Ramadhan yang dipandu oleh Ustadz Ali Fikri dan Ustadz Drs. Mawardi. Dalam penutupan ini, diumumkan juga para siswa yang mendapatkan penghargaan sebagai peserta paling aktif dan pemenang dari berbagai games Islami yang telah diadakan.

Rasa haru dan bahagia terpancar dari wajah para siswa. Momen ini menjadi kenangan indah yang akan selalu mereka ingat.

Registrasi Ulang dan Kepulangan (10.00 WIB – Selesai)

Sebelum pulang, seluruh siswa diwajibkan untuk melakukan registrasi ulang. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada siswa yang tertinggal serta memberikan kesempatan kepada panitia untuk mendata kesan dan pesan dari para peserta.

Dengan penuh rasa syukur, para siswa satu per satu meninggalkan sekolah, membawa pulang ilmu dan pengalaman berharga dari Pesantren Ramadhan ini.

Pesantren Ramadhan ini telah memberikan banyak pelajaran bagi seluruh siswa-siswi SMP dan SMA Agus Salim. Mereka tidak hanya belajar tentang Islam, tetapi juga tentang bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik, lebih disiplin, dan lebih dekat kepada Allah SWT.

Semoga semangat ibadah yang telah dibangun selama tiga hari ini tidak berhenti di sini, tetapi terus berlanjut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Semoga mereka menjadi generasi yang istiqomah dalam ibadah dan mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka. Aamiin.

Post By Administrator Yayasan Pendidikan Islam Agus Salim